Thursday, October 14, 2021

Peran dan Kontribusi Pesantren dalam hubungan Peringatan Hari Santri Nasional

 

Santri mengaji dalam kondisi pandemi

Peringatan Hari Santri Nasional merupakan suatu agenda tahunan yang diperingati oleh semua masyarakat terutama dikalangan santri dalam pondok pesantren dengan berbagai macam kegiatan-kegiatan. Mulai dari kegiatan internal dan eksternal, kegiatan internal adalah kegiatan yang diselengarakan oleh pihak pondok pesantren sedangkan kegiatan eksternal adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak luar pesantren seperti pemerintah setempat atau lembaga sekolah yang terkait.


Kata santri mempuyai arti orang yang mendalami Agama Islam, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh, dan orang yang saleh. Kata santri terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata santri dapat berarti manusia baik-baik yang suka menolong. Pendapat lain mengatakan bahwa kata santri diadopsi dari bahasa India yaitu shastri yang berarti ilmuan Hindu yang pandai menulis, oleh karena itu kata santri dilihat dari sudut pandang Agama Islam berarti orang-orang yang pandai dalam pengetahuan Agama Islam. 


Jadi santri adalah sekelompok orang baik-baik yang taat terhadap aturan agama (orang saleh), dan selalu memperdalam pengetahuannya tentang Agama Islam serta tidak dapat dipisahkan dari kehidupan ulama.


Kata “pesantren” berasal dari kata “santri” yang dikenal dalam sanskerta “sastri”, dengan arti “melek huruf” (dapat membaca) disebut juga “cantrik”, pengikut seorang guru. Kaum santri adalah kelas “literary” karena mengetahui tentang agama melalui kitab-kitab aslinya. Pola hubungan “guru-cantrik” itu kemudian melekat dalam budaya Islam. Pada proses selanjutnya “guru-cantrik” menjadi “guru-santri”. Kata “guru” di pakai secara luas. Guru agama yang terkemuka kemudian digunakan kata kiai, yang mengandung arti “sesepuh agama” atau “sakral, keramat, dan sakti”.


Pada perkembangannya dikenal dengan istilah kiai-santri. Hubungan antara kiai dan santri disuatu tempat domisili (pondok) inilah yang akhirnya dikenal sebagai pesantren.


Peran dan kontribusi pesantren dalam membangun dan mempertahankan tanah air dan negaranya tidak dapat lagi dipertanyakan. Kehadirannya dalam setiap peristiwa perjalanan bangsa Indonesia baik dari masa pra kemerdekaan, masa kemerdekaan maupun pada masa pasca kemerdekaan menjadi bukti otentik dari keterlibatannya dalam membangun bangsa ini. 


Keberadaan dan keterlibatan dalam setiap bidang baik politik, ekonomi, pendidikan, militer dan sebagainya menjadikannya nasionalis sejati yang cinta pada tanah airnya. Santri yang turut serta membangun bangsa ini seakan hilang dalam sejarah bangsanya, setelah mendapat masukan serta pendapat dari berbagai pihak yang mendukung dan sembari mendengarkan aspirasi yang berkembang dimasyarakat terkait dengan santri yaitu Hari Santri nasional, Jokowi dengan kewenangan penuh sebagai presiden akhirnya mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Tentang Hari Santri Nasional. 


Pada tanggal 15 Oktober 2015 Presiden Jokowi menandatangani Keppres Tentang Hari Santri Nasional. Penetapan tersebut berdasarkan Keppres No.22 Tahun 2015. Jokowi berpendapat bahwa Pemerintah bertujuan agar penetapan Hari Santri mampu menjadikan bangsa mengingat dan meneladani semangat jihad keindonesiaan para pendahulu, serta semangat kebangsaan, cinta tanah air dan rela berkorban untuk Bangsa dan Negara.1 22 Oktober diputuskan sebagai Hari Santri Nasional diambil dari peristiwa resolusi jihad Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy‟ari di mana membela tanah air hukumnya fardlu ain. Resolusi jihad yang dideklarasikan KH. Hasyim Asy‟ari di Surabaya, yang kemudian mengispirasi pertempuran 10 November 1945 melawan inggris merupakan inspirasi untuk kita akan kewajiban bela negara-kewajiban hubbul wathan. 


Penetapan HSN digunakan sebagai momentum meneladani semangat jihad ke-Indonesiaan para pendahulu kita, semangat kebangsaan, semangat cinta tanah air, semangat rela berkorban untuk bangsa dan negara. Semangat ini adalah semangat menyatukan keberagaman, semangat menjadi satu untuk Indonesia. Terkait dengan hal ini, Presiden lebih lanjut menyatakan: “Saya percaya dalam keragaman kita sebagai bangsa, baik keragaman suku, keragaman agama, maupun keragaman budaya melekat nilai- nilai untuk saling menghargai, saling menjaga toleransi, dan saling menguatkan tali persaudaraan antar anak bangsa.


Sumber:

Zidni Nafi‟, Cinta Negeri Ala Gus Mus (Tangerang: Penerbit Imania, 2019). 

Muhammad Ikhsanuddin dan Amrulloh Amrulloh, “Etika Guru dan Murid Perspektif KH. Hasyim Asy‟ari dan Undang-Undang Guru dan Dosen,” Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 2(2019)

Happy Susanto dan Muhammad Muzakki, “Perubahan Perilaku Santri (Studi Kasus Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Di Desa Langkap Kecamatan Besuki Kabupaten Situbondo),” Jurnal Pendidikan Islam 2, no. 1 (Juli-Desember 2016)



EmoticonEmoticon